
MAJALENGKA, VS - Pimred Sahabat Bhayangkara Indonesia (SBI Agung Sulistio meminta Bupati Majalengka untuk bertindak tegas oknum di Dinas SDA yang “mengatur” proyek sehingga satu CV bisa mengantongi 6–7 proyek sekaligus, hal itu sudah cukup untuk memicu audit menyeluruh dan meminta semua pryek tersebut ditender ulang, bukan atas penunjukan langsung. (15/8/2025).
Dari perspektif tata kelola pemerintahan yang baik, pola tersebut berpotensi melanggar. CV bisa memenangkan 6–7 proyek di Dinas SDA dalam waktu berdekatan, apalagi dengan indikasi “diatur” oleh oknum, maka hal itu berpotensi melanggar Prinsip Transparansi dan Akuntabilitas sebagaimana diatur dalam Perpres No. 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Pasal relevandengan hal tersebut, yakni Pasal 6 Perpres 16/2018 mengatur prinsip pengadaan: efisien, efektif, transparan, terbuka, bersaing, adil/tidak diskriminatif, dan akuntabel.
“Transparan berarti seluruh ketentuan dan informasi pengadaan harus jelas dan dapat diakses semua pihak yang berkepentingan. Akuntabel berarti semua proses dan hasil pengadaan harus dapat dipertanggungjawabkan sesuai aturan, ujarnya Kamis (14/8/2025).
“Jika pemenang tender sudah “diatur” sebelum proses resmi, maka informasi dan proses tidak transpara, pertanggungjawaban hasil lelang menjadi lemahdan potensi kerugian negara meningkat karena harga dan kualitas proyek tidak melalui persaingan sehat.
Ini juga bisa masuk indikasi persekongkolan vertikal dalam pengadaan (oknum pemerintah + penyedia), yang merupakan pelanggaran hukum.
CV bisa mendapatkan 6–7 proyek karena “pengaturan” dari oknum di Dinas SDA, itu berpotensi melanggar Asas Persaingan Usaha Sehat yang diatur dalam UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Dasar hukumnya adalah Pasal 19 huruf d UU 5/1999 melarang pelaku usaha melakukan satu atau beberapa tindakan yang dapat menghambat persaingan usaha, termasuk membatasi pasar atau teknologi sehingga merugikan pelaku usaha lain. Juga melanggar Pasal 22 melarang persekongkolan dalam tender yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.
“Bila satu CV selalu dimenangkan, peserta lain secara tidak langsung tersingkir bukan karena kalah kompetensi, tapi karena proses sudah “dikunci” dan persekongkolan antara oknum penyelenggara dan penyedia proyek termasuk pelanggaran yang dapat diusut oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Maka kami minta proyek tersebut dibatalkan,” jelasnya.
Sanksinya menurut UU 5/1999 adalah denda hingga Rp25 miliar per pelanggaran, pembatalan perjanjian/tender yang dihasilkan dari persekongkolan dan larangan mengikuti tender selama jangka waktu tertentu.
(Esemka) VS
Tidak ada komentar:
Posting Komentar